Sunday, November 23, 2014

VAKSIN



Artikel ke-1
DEFINISI VAKSIN / IMUNISASI

Vaksin berasal dari kata Vaccinia, penyebab infeksi cacar pada sapi. Secara umum vaksin adalah suatu bahan yang diyakini dapat melindungi seseorang terhadap penyakit. Vaksin dibuat dari virus atau bakteri pathogen yang menyebabkan terjadinya penyakit, pathogen inilah yang konon disuntikan kedalam tubuh dengan harapan dapat membantu memerangi penyakit. Sehingga dapat juga disimpulakan bahwa tujuan vaksin adalah suatu usaha untuk merangsang daya tahan tubuh dengan memasukkan bibit penyakit yang dilemahkan dan dicampur dengan bahan lain. Pada masa lalu pembuatan vaksin banyak menggunakan serum binatang, namun kemudian penggunaan bahan ini dilarang karena dampak buruk yang ditimbulkan tidak terbendung. Pada masa sekarang ini pembuatan vaksin dengan mengunakan virus dan bakteri.  Meurut ahli farmasi dan tanaman obat Universitas Indonesia Dr. Abdul Mu’nim, Apt. bahwa vaksinasi / imunisasi adalah usaha memancing daya tahan atau pertahanan tubuh seseorang, sehingga dengan demikian vaksinasi / imunisasi tidak ada hubunganya dengan peningkatan daya tahan tubuh.
Penggunaan bahan HARAM dalam pembuatan vaksin ini diakui oleh produsen vaksin terbesar ditanah air yaitu Biofarma, seperti pernah diungkapkan oleh Drs. Iskandar , Apt , M.M ketika menjabat Direktur perencanaan dan pengembangan PT. Biofarma kepada Hidayatulloh.com, Beliau mengatakan bahwa enzim tripsin BABI masih digunakan dalam pembuatan vaksin khususnya vaksin polio ( IPV ). Selain menggunakan tripsin babi, prosuksi vaksin juga masih menggunakan media biakan virus ( sel kultur ) yang berasal dari jaringan ginjal kera ( sel vero ) sel dari ginjal anjing dan dari retina mata manusia. Sementara kepala divisi produksi vaksin virus PT. Biofarma, Drs. Dodi Ugiyadi mengatakan bahwa ketiga unsure tersebut digunakan untuk pengembangan vaksin influenza, di Biofarma kita menggunakan sel ginjal monyet untuk memproduksi vaksin polio kemudian sel embrio ayam untuk produksi vaksin campak dan secara umum Biofarma masih menggunakan sel yang berasal dari hewan dan manusia. 







  Cara membuat vaksin
Pembuatan vaksi melalui beberpa tahap, dan kita akan mencontohkan pembuatan vaksin polio ditempuh dengan mengebangbiakkan virus polio untuk pembuatan vaksin polio inaktif ( IVP ) virus polio dikembangbiakkan dengan menggunakan sel vero ebagai  media pembiakan ( sel ginjal kera ) dengan tahapan sebagai berikut :
Penyiapan media ( sel vero ) untuk pengembangbiakkan virus
Penanaman  / inokulasi virus
Pemanenan virus
Pemurnian virus
Inaktivasi / atenuasi virus
Penyiapan media ( sel vero ) dilakukan dengan menggunakan mikrokarier yaitu bahan pembawa yang akan mengikat sel tersebut, bahan tersebut adalah NN Diethyl Amino Ethyl ( DEAE ) dan pada proses selamjutnya sel vero ini harus dilepaskan dari mikrokarier dengan menggunakan enzim tripsin ( pankreas babi ) selanjutnya pembuangan nutrisi dengan cara dicuci dengan menggunakan larutan PBS buffer larutan ini kemudian dinetralkan dengan serum anak sapi ( calf serum ). Sel – sel vero yang sudah dimurnikan  dan dinetralisasi itu kemudian ditambahkan mikrokarier yang baru dan ditempatkan di bioreactor yang lebih besar dan didalamnya ditambahkan nutrisi dan virus siap untuk dibiakkan. Sel vero yang sudah berkambang biak dan bertambah jumlahnya kemudian dilepaskan lagi dari mikrokriernya dengan tripsin babi dan proses ini dilakukan berulang – ulang sampai dihasilkan jumlah yang di inginkan. Titik kritis dari pembuatan vaksin adalah penggunaan tripsin babi yang sampai saat ini masih berlangsung.
http://pasarherbaltop.blogspot.com/2012/02/vaksin-dan-cara-pembuatannya.html










Artikel ke -2
PROSES PEMBUATAN VAKSIN
Pengembangan vaksin untuk melindungi manusia dari penyakit virus adalah salah satu keunggulan dari pengobatan modern. Vaksin pertama diproduksi oleh Edward Jenner pada tahun 1796 untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit cacar. Jenner menyadari bahwa pemerah susu yang telah tertular cacar sapi, sebuah infeksi yang relatif tidak berbahaya, menjadi tahan terhadap penyakit cacar, sebuah penyakit manusia yang sering menjadi epidemi dengan angka kematian yang sangat tinggi.
Jenner berteori bahwa yang cacar sapi, penyakit hewan, tidak berbeda dengan penyakit cacar. Dia menyimpulkan bahwa reaksi manusia terhadap suntikan virus cacar sapi entah bagaimana mekanismenya akan mengajarkan tubuh manusia bagaimana untuk menghadapi kedua virus ini sehingga tidak menyebabkan penyakit berat atau kematian. Saat ini, penyakit cacar sudah benar-benar diberantas. Hanya dua sampel beku dari virus ganas ini yang masih disimpan (satu di Amerika Serikat, yang lain di Rusia). Pada pertengahan tahun 1995 ada perdebatan ilmiah yang serius tentang apakah sampel akan dihancurkan, atau tetap disimpan untuk studi laboratorium lebih lanjut.
Virus terdiri dari sejumlah kecil RNA (asam ribonukleat) atau DNA (asam deoksiribonukleat), bahan dalam semua sel hidup yang menginstruksikan sel bagaimana untuk tumbuh dan berkembang biak. Virus tidak dapat mereproduksi dengan sendirinya, tapi hanya dengan mengambil alih inti sel host dan memerintahkan sel untuk membuat virus. Ketika virus berhasil menyerang organisme, virus itu mengambil alih proses pertumbuhan sel dalam host.
Dalam keadaan biasa, tubuh manusia bereaksi terhadap invasi virus dengan beberapa cara berbeda. Kekebalan secara umum terhadap virus dapat dikembangkan oleh sel-sel dalam tubuh yang menjadi sasaran invasi virus. Dalam situasi ini, virus akan dicegah agar tidak mendapatkan akses ke sel inang. Sebuah perlindungan yang lebih umum adalah kemampuan tubuh untuk membuat sel-sel darah dan getah bening yang merusak atau membatasi efektivitas dari serangan virus.
Seringkali, tubuh manusia yang terinfeksi akan “mempelajari” bagaimana merespon terhadap virus tertentu di masa depan, sehingga infeksi tunggal, terutama dari virus yang relatif jinak, biasanya mengajarkan tubuh bagaimana cara untuk merespon invasi tambahan dari virus yang sama. Common cold, misalnya, disebabkan oleh satu dari ratusan virus. Setelah sembuh dari pilek, kebanyakan orang resisten terhadap virus tertentu yang menyebabkan flu tersebut, meskipun virus flu serupa masih akan menyebabkan gejala yang sama atau identik. Untuk beberapa virus berbahaya, seseorang mungkin bahkan sudah mengembangkan kekebalan terhadap virus tanpa menampakkan gejala sakit sama sekali.
Keluarga Virus
Biasanya ada beberapa variasi atau strain dari virus tertentu. Tergantung pada jumlah variasi, ahli biologi mengelompokkan virus sesuai jenis atau strainnya. Vaksin sering dibuat dari lebih dari satu kelompok virus yang berkaitan. Reaksi pencegahan yang timbul dengan vaksinasi multivalen mungkin akan menyebabkan kekebalan untuk hampir semua varian kelompok virus, atau setidaknya untuk varian virus yang seseorang lebih mungkin terkena. Pilihan spesifik dari kelompok virus untuk digunakan dalam pembuatan vaksin ditentukan dengan hati-hati dan secara bersama-sama.
Proses Pembuatan Vaksin
Produksi vaksin antivirus saat ini merupakan sebuah proses rumit bahkan setelah tugas yang berat untuk membuat vaksin potensial di laboratorium. Perubahan dari produksi vaksin potensial dengan jumlah kecil menjadi produksi bergalon-galon vaksin yang aman dalam sebuah situasi produksi sangat dramatis, dan prosedur laboratorium yang sederhana tidak dapat digunakan untuk meningkatkan skala produksi.
Benih Virus
Produksi vaksin dimulai dengan sejumlah kecil virus tertentu (atau disebut benih). Virus harus bebas dari ‘kotoran’, baik berupa virus yang serupa atau variasi dari jenis virus yang sama. Selain itu, benih harus disimpan dalam kondisi “ideal”, biasanya beku, yang mencegah virus menjadi lebih kuat atau lebih lemah dari yang diinginkan. Benih disimpan dalam gelas kecil atau wadah plastik. Jumlah yang kecil hanya 5 atau 10 sentimeter kubik, mengandung ribuan hingga jutaan virus, nantinya dapat dibuat menjadi ratusan liter vaksin. Freezer dipertahankan pada suhu tertentu. Grafik di luar freezer akan mencatat secara terus menerus suhu freezer. Sensor terhubung dengan alarm yang dapat didengar atau alarm komputer yang akan menyala jika suhu freezer berada di luar suhu yang seharusnya.
Pertumbuhan Virus
Setelah mencairkan dan memanaskan benih virus dalam kondisi tertentu secara hati-hati (misalnya, pada suhu kamar atau dalam bak air), sejumlah kecil sel virus ditempatkan ke dalam “pabrik sel,” sebuah mesin kecil yang telah dilengkapi sebuah media pertumbuhan yang tepat sehingga sel memungkinkan virus untuk berkembang biak.
Setiap jenis virus tumbuh terbaik di media tertentu, namun semua media umumnya mengandung protein yang berasal dari mamalia, misalnya protein murni dari darah sapi. Media juga mengandung protein lain dan senyawa organik yang mendorong reproduksi sel virus. Penyediaan media yang benar, pada suhu yang tepat, dan dengan jumlah waktu yang telah ditetapkan, virus akan bertambah banyak.
Selain suhu, faktor-faktor lain harus dipantau adalah pH. pH adalah ukuran keasaman atau kebasaan, diukur pada skala dari 0 sampai 14. dan virus harus disimpan pada pH yang tepat dalam pabrik sel. Air tawar yang tidak asam atau basa (netral) memiliki pH 7. Meskipun wadah di mana sel-sel tumbuh tidak terlalu besar (mungkin ukuran pot 4-8 liter), terdapat sejumlah katup, tabung, dan sensor yang terhubung dengannya. Sensor memantau pH dan suhu, dan ada berbagai koneksi untuk menambahkan media atau bahan kimia seperti oksigen untuk mempertahankan pH, tempat untuk mengambil sampel untuk analisis mikroskopik, dan pengaturan steril untuk menambahkan komponen ke pabrik sel dan mengambil produk setengah jadi ketika siap.
Virus dari pabrik sel ini kemudian dipisahkan dari media, dan ditempatkan dalam media kedua untuk penumbuhan tambahan. Metode awal yang dipakai 40 atau 50 tahun yang lalu yaitu menggunakan botol untuk menyimpan campuran, dan pertumbuhan yang dihasilkan berupa satu lapis virus di permukaan media. Peneliti kemudian menemukan bahwa jika botol itu berubah posisi saat virus tumbuh, virus bisa tetap dihasilkan karena lapisan virus tumbuh pada semua permukaan dalam botol.  Sebuah penemuan penting dalam tahun 1940-an adalah bahwa pertumbuhan sel sangat dirangsang oleh penambahan enzim pada medium, yang paling umum digunakan yaitu tripsin. Enzim adalah protein yang juga berfungsi sebagai katalis dalam memberi makan dan pertumbuhan sel.
Dalam praktek saat ini, botol tidak digunakan sama sekali. Virus yang sedang tumbuh disimpan dalam wadah yang lebih besar namun mirip dengan pabrik sel, dan dicampur dengan “manik-manik,” partikel mikroskopis dimana virus dapat menempelkan diri. Penggunaan “manik-manik” memberi virus daerah yang lebih besar untuk menempelkan diri, dan akibatnya, pertumbuhan virus menjadi yang jauh lebih besar. Seperti dalam pabrik sel, suhu dan pH dikontrol secara ketat. Waktu yang dihabiskan virus untuk tumbuh bervariasi sesuai dengan jenis virus yang diproduksi, dan hal itu sebuah rahasia yang dijaga ketat oleh pabrik.
Pemisahan Virus
Ketika sudah tercapai jumlah virus yang cukup banyak, virus dipisahkan dari manik-manik dalam satu atau beberapa cara. Kaldu ini kemudian dialirkan melalui sebuah filter dengan bukaan yang cukup besar yang memungkinkan virus untuk melewatinya, namun cukup kecil untuk mencegah manik-manik dapat lewat. Campuran ini sentrifugasi beberapa kali untuk memisahkan virus dari manik-manik dalam wadah sehingga virus kemudian dapat dipisahkan. Alternatif lain yaitu dengan mengaliri campuran manik-manik dengan media lain sehingga mencuci manik-manik dari virus.
Memilih Strain Virus
Vaksin bisa dibuat baik dari virus yang dilemahkan atau virus yang dimatikan. Pemilihan satu dari yang lain tergantung pada sejumlah faktor termasuk kemanjuran vaksin yang dihasilkan dan efek sekunder. Virus yang dibuat hamper setiap tahun sebagai respon terhadap varian baru virus penyebab, biasanya berupa virus yang dilemahkan. Virulensi virus bisa menentukan pilihan; vaksin rabies, misalnya, selalu vaksin dari virus yang dimatikan.
Jika vaksin dari virus dilemahkan, virus biasanya dilemahkan sebelum dimulai proses produksi. Strain yang dipilih secara hati-hati dibudidayakan (ditumbuhkan) berulang kali di berbagai media. Ada jenis virus yang benar-benar menjadi kuat saat mereka tumbuh. Strain ini jelas tidak dapat digunakan untuk vaksin ‘attenuated’. Strain lainnya menjadi terlalu lemah karena dibudidayakan berulang-ulang, dan ini juga tidak dapat diterima untuk penggunaan vaksin. Seperti bubur, kursi, dan tempat tidur yang disukai Goldilocks, hanya beberapa virus yang “tepat” mencapai tingkat atenuasi yang membuat mereka dapat diterima untuk penggunaan vaksin, dan tidak mengalami perubahan dalam kekuatannya. Teknologi molekuler terbaru telah memungkinkan atenuasi virus hidup dengan memanipulasi molekul, tetapi metode ini masih langka.
Ketika sudah tercapai jumlah virus yang cukup banyak, virus dipisahkan dari manik-manik dalam satu atau beberapa cara. Kaldu ini kemudian dialirkan melalui sebuah filter dengan bukaan yang cukup besar yang memungkinkan virus untuk melewatinya, namun cukup kecil untuk mencegah manik-manik dapat lewat. Campuran ini sentrifugasi beberapa kali untuk memisahkan virus dari manik-manik dalam wadah sehingga virus kemudian dapat dipisahkan. Alternatif lain yaitu dengan mengaliri campuran manik-manik dengan media lain sehingga mencuci manik-manik dari virus.
Memilih Strain Virus
Vaksin bisa dibuat baik dari virus yang dilemahkan atau virus yang dimatikan. Pemilihan satu dari yang lain tergantung pada sejumlah faktor termasuk kemanjuran vaksin yang dihasilkan dan efek sekunder. Virus yang dibuat hamper setiap tahun sebagai respon terhadap varian baru virus penyebab, biasanya berupa virus yang dilemahkan. Virulensi virus bisa menentukan pilihan; vaksin rabies, misalnya, selalu vaksin dari virus yang dimatikan.
Jika vaksin dari virus dilemahkan, virus biasanya dilemahkan sebelum dimulai proses produksi. Strain yang dipilih secara hati-hati dibudidayakan (ditumbuhkan) berulang kali di berbagai media. Ada jenis virus yang benar-benar menjadi kuat saat mereka tumbuh. Strain ini jelas tidak dapat digunakan untuk vaksin ‘attenuated’. Strain lainnya menjadi terlalu lemah karena dibudidayakan berulang-ulang, dan ini juga tidak dapat diterima untuk penggunaan vaksin. Seperti bubur, kursi, dan tempat tidur yang disukai Goldilocks, hanya beberapa virus yang “tepat” mencapai tingkat atenuasi yang membuat mereka dapat diterima untuk penggunaan vaksin, dan tidak mengalami perubahan dalam kekuatannya. Teknologi molekuler terbaru telah memungkinkan atenuasi virus hidup dengan memanipulasi molekul, tetapi metode ini masih langka.
Virus ini kemudian dipisahkan dari media tempat dimana virus itu tumbuh. Vaksin yang berasal dari beberapa jenis virus (seperti kebanyakan vaksin) dikombinasikan sebelum pengemasan. Jumlah aktual dari vaksin yang diberikan kepada pasien akan relatif kecil dibandingkan dengan jumlah medium yang dengan apa vaksin tersebut diberikan. Keputusan mengenai apakah akan menggunakan air, alkohol, atau solusi lain untuk injeksi vaksin, misalnya, dibuat setelah tes berulang-ulang demi keselamatan, steritilitas, dan stabilitas. Pengontrolan Kualitas
Untuk melindungi kemurnian vaksin dan keselamatan pekerja yang membuat dan mengemas vaksin, kondisi kebersihan laboratorium diamati pada seluruh prosedur. Semua transfer virus dan media dilakukan dalam kondisi steril, dan semua instrumen yang digunakan disterilisasi dalam autoklaf (mesin yang membunuh organisme dengan suhu tinggi, dan yang berukuran sekecil kotak perhiasan atau sebesar lift) sebelum dan sesudah digunakan. Pekerja yang melakukan prosedur memakai pakaian pelindung yang meliputi gaun Tyvek sekali pakai, sarung tangan, sepatu bot, jaring rambut, dan masker wajah. Ruangan pabrik sendiri memakai AC yang khusus sehingga jumlah partikel di udara minimal.
Proses Perizinan
Dalam rangka untuk peresepan obat untuk dijual di Amerika Serikat, produsen obat harus memenuhi persyaratan lisensi yang ketat yang ditetapkan oleh hukum dan diberlakukan oleh Food and Drug Administration (FDA). Semua obat yang diresepkan harus menjalani tiga tahap pengujian, meskipun data dari fase kedua kadang-kadang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan tahap ketiga.
Tahap 1 pengujian harus membuktikan bahwa obat aman, atau setidaknya tidak ada efek yang tidak diinginkan atau tak terduga akan terjadi dari pemberiannya. Jika obat dapat melewati tahap 1 pengujian, di samping harus diuji efektivitasnya (obat harus memiliki efek apa yang seharusnya). Obat-obatan yang tidak berguna tidak dapat dijual, atau yang membuat klaim untuk efek yang sebenarnya tidak dimiliki. Akhirnya, tahap 3 pengujian ini dirancang untuk mengukur efektivitas obat. Meskipun vaksin diharapkan memiliki efektivitas hampir 100%, obat-obat tertentu mungkin dapat diterima bahkan jika mereka mempunyai efektivitas yang minimal, asalkan dokter yang meresepkan mengetahuinya.
Seluruh proses produksi ditelaah dengan hati-hati oleh FDA dengan mempelajari catatan prosedur serta mengunjungi tempat produksi itu sendiri. Setiap langkah dalam proses produksi harus didokumentasikan, dan produsen harus menunjukkan suatu “kontrol yang tetap” untuk proses produksi. Ini berarti bahwa prsedur yang teliti harus terjaga untuk setiap langkah dalam proses, dan harus ada instruksi tertulis untuk setiap langkah dari proses. Kecuali dalam kasus-kasus kesalahan yang memilukan, FDA tidak menentukan apakah setiap langkah dalam proses benar, tetapi hanya bahwa itu aman dan cukup terdokumentasi dengan baik untuk dilakukan, seperti yang ditetapkan oleh produsen.
Masa depan Vaksin
Memproduksi vaksin antivirus yang aman dan dapat dimanfaatkan melibatkan sejumlah besar langkah yang, sayangnya, tidak selalu dapat dilakukan pada setiap virus. Masih banyak yang harus dilakukan dan dipelajari. Metode baru dari manipulasi molekul telah menyebabkan lebih dari satu ilmuwan meyakini bahwa teknologi vaksin baru sekarang memasuki “zaman keemasan.” Perbaikan vaksin sangat mungkin dilakukan di masa depan. vaksin Rabies, misalnya, menghasilkan efek samping yang membuat vaksin tidak memuaskan untuk imunisasi masal, di Amerika Serikat, vaksin rabies sekarang digunakan hanya pada pasien yang telah tertular virus dari hewan yang terinfeksi dan mungkin bila tanpa imunisasi, menjadi penyakit yang fatal.
Virus HIV, saat ini tidak bisa dibuat dengan metode produksi vaksin tradisional. Virus AIDS cepat bermutasi dari satu strain ke yang lain, dan setiap strain tampaknya tidak memberikan kekebalan terhadap jenis lain. Selain itu, kendalanya, efek imunisasi baik virus yang dilemahkan atau virus yang dibunuh tidak dapat diperlihatkan baik di laboratorium ataupun pada hewan uji.



















   Artikel ke-3
BAHAN-BAHAN KIMIA YANG UMUM DIGUNAKAN DALAM PEMBUATAN VAKSIN
Bahan-bahan kimia yang umum digunakan dalam pembuatan vaksin termasuk:
·         Cairan pelarut (suspending fluid) seperti air steril, saline, atau cairan yang mengandung protein.
·         Pengawet dan penstabil, seperti albumin, fenol dan glycine.
·         Tambahan lain (enhancer) untuk meningkatkan kinerja vaksin
Sebagian vaksin juga ada yang mengandung sedikit sekali materi pengkulturan seperti protein telur ayam. Protein ini digunakan dalam vaksin untuk membantu pertumbuhan bakteri atau virus yang sudah dilemahkan yang nantinya akan memicu produksi antibodi. Baca: Imunisasi pada bayi. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan vaksin biasanya jumlahnya sangat sedikit dan para ahli menggunakannya untuk menjaga kualitas vaksin itu sendiri.
Unsur-unsur yang Umum Terkandung dalam Vaksin
Aluminum
Aluminum ini biasanya berupa jel atau garam yang fungsinya untuk membantu vaksin dalam merangsang terbentuknya antibodi.
Antibiotik
Antibiotik terkadang ditambahkan juga ke dalam vaksin tertentu untuk mencegah berkembangnya bakteri selama masa pembuatan vaksin dan penyimpanannya. Namun biasanya vaksin tidak mengandung penisilin.
Protein Telur
Vaksin yang menggunakan protein ini adalah vaksin influenza dan demam kuning. Vaksin ini aman digunakan oleh siapa saja yang tidak memiliki pantangan terhadap telur.
Formaldehyde
Biasanya digunakan untuk vaksin yang memakai racun bakteri untuk memicu imunitas. Formaldehyde juga digunakan untuk membunuh berbagai virus dan bakteri berbahaya yang dapat mencemari proses pembuatan vaksin. Nantinya, sebelum bvksin dikemas untuk didistribusikan, formaldehyde akan dibuang terlebih dulu.
Monosodium Glutamate (MSG)
MSG dan Fenoksi Etanol 2 digunakan sebagai penyeimbang pada sebagian vaksin, sehingga kualitas vaksin tidak terganggu ketika terkena panas, lembab, dan sebagainya.
Thimerosal
Merupakan pengawet yang mengandung merkuri yang digunakan pada vaksin yang dikemas dengan botol kecil untuk pemakaian lebih dari satu dosis. Vaksin jenis ini dikhawatirkan dapat tercemar dengan bakteri yang berbahaya, karena setelah dipakai akan disimpan untuk digunakan lagi pada imunisasi berikutnya. Untuk mencegah serangan bakteri tersebut, biasanya digunakan Thimerosal.


















Artikel ke- 4
MENGENAL PENERAPAN TRIPSIN DALAM PEMBUATAN VAKSIN
Salah satu contoh yang diutarakan oleh Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi, terkait dengan sertifikasi halal produk farmasi adalah keberadaan katalisator di vaksin tertentu. Salah satu katalisator yang digunakan oleh pabrik vaksin adalah tripsin.
Tripsin adalah sejenis protein yang secara alami dihasilkan di pankreas hewan. Tripsin memiliki fungsi utama dalam proses pencernaan makanan, utamanya protein. Dengan adanya tripsin, maka beberapa proses digestif bisa berlangsung dengan baik.
Namun, setelah melalui banyak penelitian, ditemukan bahwa tripsin yang berasal dari babi (porcine trypsin) ternyata bisa pula digunakan untuk menjadi bahan tambahan dalam pembuatan vaksin. Hal ini didasari oleh temuan bahwa tripsin babi memiliki kedekatan secara struktural dengan tripsin yang dihasilkan oleh tubuh manusia.
Sebelum saya memaparkan secara lebih detail tentang seluk-beluk penggunaan tripsin di sediaan vaksin, mari kita mengenal terlebih dahulu beberapa hal terkait vaksin.
Vaksin adalah salah satu sediaan farmasi yang diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh individu penerima. Berbeda dengan sediaan lainnya, vaksin justru mengandung materi yang berasal dari mikroorganisme, entah itu berupa virus, bakteri, toksin, atau hanya merupakan bagian tertentu virus/bakteri. Mikroorganisme ini akan dilemahkan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada resipien. Karena telah dilemahkan, maka mikroba/toksin/bagian mikroba ini sudah tidak bisa lagi menimbulkan penyakit, tetap tetap bisa mengaktifkan sistem imunitas kita.
Salah satu sistem imun yang penting adalah sistem memori imun. Artinya, dengan pemberian vaksin, maka tubuh akan segera "mengingat" jenis mikroba yang diberikan dalam vaksin tersebut. Alhasil, jika di kemudian hari mikroba yang sama kemudian menyerang, maka tubuh langsung mengaktifkan sistem imunnya dengan cepat karena telah pernah merekam mikroba yang bersangkutan. Misalnya, vaksin A yang mengandung mikroba B. Saat diberikan, maka tubuh akan mengaktifkan sistem memorinya untuk mengingat mikroba B. Jika nanti mikroba B yang asli menyerang, maka tubuh sudah siap dengan strategi pembasmiannya karena sudah pernah "berhadapan" langsung dengan mikroba B yang berasal dari vaksin yang dulunya pernah diberikan.
Terkait dengan hal di atas, maka untuk menghasilkan vaksin yang baik, paling tidak ada 6 komponen yang harus dikomposisikan yakni:
1.             Bahan aktif. Inilah yang menjadi bahan dasar dari vaksin. Bahan aktif ini, seperti yang saya kemukakan sebelumnya, bisa berupa virus atau bakteri yang telah dilemahkan. Bahan aktif vaksin juga bisa berasal dari bagian virus/bakteri tertentu yang bisa mengaktifkan sistem imun kita. Selain itu, bahan aktif vaksin bisa juga berasal dari toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme tertentu.
2.             Ajuvan. Zat ini, misalnya garam-garam aluminium, berperan penting dalam meningkatkan respon imun tubuh terhadap vaksin yang diberikan. Dengan adanya ajuvan, maka jumlah bahan aktif (virus/bakteri/toksin) yang diberikan bisa diminimalisir. Selain itu, ajuvan berperan penting untuk menjamin bahwa bahan aktif vaksin bisa menimbulkan respon imun yang dibutuhkan.
3.             Diluen. Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk sediaan cair. Nah, diluen berperan untuk mengencerkan vaksin sehingga didapatkan volume vaksin yang sesuai sebelum diberikan kepada pasien.
4.             Stabilisator. Komponen yang satu ini tidak kalah penting dalam menjamin kualitas suatu vaksin. Stabilisator berperan dalam menjaga kualitas bahan aktif maupun komponen vaksin lainnya agar tetap bagus selama masa penyimpanan. Selain itu, stabilisator juga mencegah pelekatan komponen-komponen vaksin di dinding kemasannya.
5.             Pengawet. Vaksin menjadi salah satu sediaan farmasi yang harus dijaga kesterilannya. Adanya kontaminasi dari mikroba yang tidak diinginkan akan berakibat fatal. Untuk menjaga kontaminasi yang terjadi, maka ditambahkanlah pengawet.
6.             Komponen lainnya. Komponen ini terdiri atas beberapa zat yang ditemukan dalam konsentrasi yang tidak signifikan. Misalnya adanya sisa antibiotik yang ditambahkan untuk mencegah kontaminasi saat proses pembuatan vaksin, zat penginaktivasi yang berperan untuk menginaktivasi virus/bakteri/toksin yang ada dalam vaksin dan protein telur sebagai media tumbuh virus/bakteri sebelum diinaktivasi.
Nah, dari keenam komponen dasar sebuah vaksin, salah satu komponen yang melibatkan keberadaan zat yang berasal dari babi adalah stabilisator. Salah satu stabilisator yang sering ditambahkan ke dalam sediaan vaksin adalah gelatin yang sebagian besar dihasilkan dari babi. Terkait dengan hal ini, pada tanggal 26 Maret 2013, Institute of Vaccine Safety telah meng-update informasi tentang jenis-jenis vaksin yang menggunakan gelatin sebagai stabilisatornya.  Lembaga ini bernaung di bawah Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health. Akan tetapi, gelatin bukan menjadi satu-satunya stabilisator yang tersedia dalam vaksin. Selain gelatin, stabilisator bisa juga didapatkan dari serum albumin manusia atau sapi, sukrosa, laktosa dan monosodium glutamate.
Lalu, dimanakan peran tripsin dalam pembuatan vaksin?
Secara umum, tripsin tidaklah ditemukan dalam produk akhir vaksin. Jikapun ditemukan, maka tidak dalam konsentrasi yang signifikan. Hal ini terjadi karena tripsin terlibat hanya pada tahap-tahap awal pembuatan produk vaksin, utamanya pada tahap penumbuhan mikroba.
Sebagaimana yang telah saya paparkan sebelumnya, salah satu bahan aktif vaksin adalah virus atau bakteri yang dilemahkan. Virus/bakteri pertama-tama akan ditumbuhkan di dalam media khusus yang bisa saja berbeda untuk tiap jenis mikroba. Media khusus ini terdiri dari banyak bahan lain yang sengaja ditambahkan untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan mikroba. Tidak hanya itu, pertumbuhan mikroba dalam media tersebut harus didukung pula oleh faktor-faktor eksternal seperti suhu yang pas dan pH yang baik.
Nah, untuk menstimulasi pertumbuhan mikroba inilah, tripsin memainkan peranan penting. Sejak tahun 1940-an, para peneliti menemukan bahwa penambahan enzim dalam kultur mikroba akan merangsang pertumbuhan mikroba tersebut. Salah satu enzim yang sangat terkenal sampai sekarang dalam hal pertumbuhan kultur mikroba adalah tripsin. Tripsin bisa mengkatalisis atau menstimulasi proses pertumbuhan mikroba dalam media sehingga hasil yang didapatkan bisa lebih banyak dalam waktu yang relatif lebih singkat.
Selain menjadi katalisator pertumbuhan bahan aktif, tripsin juga memiliki peranan lain dalam produksi vaksin. Di antaranya mencegah pelekatan sel-sel bakteri atau virus dari tempat penumbuhan selama proses pengkulturan. Tripsin juga bisa menstimulasi kultur virus/bakteri sehingga sifat pemicu imunnya bisa diaktifkan.
Masalah kemudian muncul karena sumber tripsin masih sangat terbatas. Secara umum, tripsin yang digunakan di industri vaksin berasal dari dua sumber utama yakni dari babi (porcine trypsin) dan sapi (bovine trypsin). Namun, jika dibandingkan, penggunaan porcine trypsin relatif lebih luas.
Hal inilah yang kemudian mendasari lahirnya kontroversi penggunaan vaksin yang memanfaatkan katalisator dari tripsin babi di kalangan umat muslim di dunia, termasuk di Indonesia. Menyikapi hal ini, muncullah gagasan untuk memberlakukan sertifikasi halal produk farmasi yang belakangan mendapatkan penolakan dari Menkes. Pandangan pribadi saya terkait dengan kontroversi ini sudah saya tuangkan dalam tulisan saya sebelumnya.
Kontroversi ini tidak berhenti sampai di sini. Di sisi lain, tripsin yang berasal dari babi ternyata juga beberapa kali ditemukan mengalami kontaminasi dari virus yang tidak diinginkan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menginformasikan mengenai hal ini pada tahun 2010. Menyusul hal ini, European Medicines Agency (EMA) mengeluarkan panduan resmi yang dirilis tanggal 21 Februari 2013 terkait dengan penggunaan porcine trypsin di pabrik-pabrik pembuat produk-produk biologis, termasuk vaksin.
Pertanyaan lanjutan yang muncul adalah apakah tidak ada alternatif katalisator lain yang bisa digunakan untuk menggantikan peran tripsin? Menurut panduan dari EMA di atas, peran tripsin dalam pembuatan vaksin bisa digantikan oleh beberapa alternatif di antaranya, tripsin yang berasal dari rekombinan bakteri, tripsin yang diderivasi dari tanaman tertentu, enzim-enzim yang didapatkan dari hewan invertebrata, dan tripsin yang diekstraksi dari pankreas sapi.
Akan tetapi, yang harus dipahami adalah setiap mikroba memiliki spesifikasi tersendiri. Artinya, tidak semua mikroba bisa dikatalisis pertumbuhannya dengan tripsin sapi. Sebaliknya, tidak semua mikroba bisa dirangsang pertumbuhannya dengan penambahan tripsin babi. Misalnya, mikroba A bisa dikatalisis oleh porcine trypsin dan mikroba B hanya optimal pertumbuhannya jika dirangsang oleh bovine trypsin. Singkatnya, setiap mikroba memiliki "gaya hidupnya" tersendiri. Jika diubah, maka pertumbuhannya justru tidak akan maksimal, bahkan bisa menyebabkan kematian mikroba yang sedang ditumbuhkan itu.









Artikel ke – 5
APLIKASI REKAYASA GENETIKA DALAM PEMBUATAN VAKSIN HEPATITIS DENGAN MENGGUNAKAN BAKTERI Saccharomyces cereviciae UNTUK MENCEGAH INFEKSI VIRUS HEPATITIS B
Inovasi bioteknologi terutama rekombinan DNA telah membuka kemungkinan baru untuk memproduksi vaksin hidup dengan mudah. Untuk melakukan itu dibutuhkan organisme vektor yang sesuai, dan virus vaccinia merupakan vektor yang paling terkenal saat ini disamping  cytomegalovirus  sebagai calon vektor potensiil. Penyisipan molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan dalam suatu sel organisme lain yang berperan sebagai sel inang.Untuk memperoleh vaksin yang dibuat dalam rekayasa genetika yakni dengan cara DNA rekombinan diperoleh hasil akhir yaitu bakteri yang telah disisipi gen ini akan membentuk antigen murni. Bila antigen ini disuntikkan pada manusia, sistem kekebalan manusia akan membuat senyawa khas yang disebut antibodi. Munculnya antibodi ini akan mempertahankan tubuh dari pengaruh senyawa asing (antigen) yang masuk dalam tubuh.
Salah satu dari perkembangan IPTEK dewasa ini adalah Rekayasa genetika dalam berbagai proses dan produknya yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang cukup drastis dan meminta perhatian serius. Kemajuan dan perkembangan bioteknologi tidak dapat terlepas dari kemajuan dan dukungan ilmu-ilmu dasar seperti: mikrobiologi, biokimia, biologi molekuler, dan genetika. Kompetensi menguasai bioteknologi tersebut dapat tercapai manakala pembinaan sumber daya manusia diorientasikan pada kompetensi meneliti dan menerapkan metode-metode mutakhir bioteknologi. Kemampuan menguasai dan mengaplikasikan metode-metode mutakhir bioteknologi (current methods of biotecnology) seperti: kultur jaringan, rekayasa genetik, hibridoma, kloning, dan polymerase chains reaction (PCR) secara prospektif telah mampu menghasilkan produk-produk penemuan baru.
Sejak vaksin diperkenalkan Edward Jenner 1796, vaksinasi sering dilakukan untuk melindungi manusia dan hewan terhadap infeksi virus. Keberhasilan vaksinasi tercermin dari berkurangnya penyakit-penyakit infeksi pada manusia dan hewan ternak. Puncak keberhasilan ini terwujud dengan adanya vaksinasi smallpox masal. Vaksinasi smallpox dilakukan menggllnakan vaksin virus cowpox yaitu virus vaccinia. Produksi vaksin ini relatif mudah dan stabilitasnya dapat dipertahankan dengan membuat sediaan  freeze-dried,  sehingga dapat dikirim keseluruh dunia tanpa pendinginan. Selain itu vaksinasi mudah dilakukan dan tidak memerlukan peralatan yang mahal. Vaksinasi sekarang menjadi istilah umum untuk pemaparan antigen terhadap manusia atau binatang dalam membangkitkan respon kekebalan. Vaksin potensial merupakan syarat utama untuk tujuan ini sehingga dapat mengontrol penyakit secara efektif.
Inovasi bioteknologi terutama rekombinan DNA telah membuka kemungkinan baru untuk memproduksi vaksin hidup dengan mudah. Untuk melakukan itu dibutuhkan organisme vektor yang sesuai, dan virus vaccinia merupakan vektor yang paling terkenal saat ini disamping  cytomegalovirus  sebagai calon vektor potensiil. Virus vaccinia  sudah lama dikenal dan digunakan untuk vaksinasi smallpox. Selama digunakan, sudah tak diragukan lagi keefektifannya dan relatif aman, stabil, serta mudah cara pemberiannya. Virus  vaccinia  mempunyai beberapa karakteristik yang khas sehingga terpilih sebagai vektor untuk menghasilkan vaksin rekombinan hidup. la merupakan virus DNA, manipulasi genetik dapat dilakukan relatip mudah, ia mempunyai genome  yang dapat menerima banyak DNA asing, mudah ditumbuhkan dan dimurnikan serta mempunyai  range  host    yang lebar pada manusia dan hewan.
Sifat virus  vaccinia memungkinkan dilakukan rekayasa genetika dan mampu mengekspresikan informasi antigen   asing dari berbagai patogen. Bila vaksin hidup hasil rekombinan ini digunakan untuk vaksinasi binatang maka binatang tersebut akan memperlihatkan respon imunologis terhadap antigen patogenik yang dimaksud. Beberapa laporan percobaan telah memperlihatkan vaksinasi binatang percobaan dengan virus rekombinan berhasil melindungi binatang ini terhadap penyakit yang berhubungan. Beberapa laporan telah mengekspresikan berbagai penyakit, seperti  herpes simplex virus glycoprotein, influenza virus hemagglutinin, hepatitis B virus surface antigen, rabies virus glycoprotein, plasmodium knowlesi sporozoite antigen  dan sebagainya. Rekombinan ini telah memperlihatkan reaksi kekebalan terhadap patogen-patogen tersebut.
Vaksin hepatitis B yang efektif sudah ada sejak tahun 1982. Ada dua jenis vaksin hepatitis B yan diberi lisensi untuk dipakai di Amerika Serikat dan Kanada. Kedua jenis vaksin tersebut aman dan mempunyai daya perlindungan tinggi terhadap semua jenis subtipe HBV. Tipe pertama  dibuat dari plasma seseorang dengan HBsAg positif, tidak lagi diproduksi di Amerika Serikat  tetapi  masih  digunakan  secara luas.
Tipe kedua dibuat dengan teknologi rekombinan DNA (rDNA); vaksin ini dibuat  dengan menggunakan sintesa HBsAg dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae  (ragi yang biasa dipakai untuk membuat kue), kedalam ragi ini di insersi plasmida yang berisi gen HBsAg. Kombinasi imunoprofilaksis pasif-aktif antara hepatitis B immunoglobulin (HBIG)
dengan vaksin terbukti dapat merangsang terbentuknya anti-HBs sebanding dengan vaksin yang diberikan sendiri. Satu produk rekayasa genetika adalah Vaksin Hepatitis B yang dihasilkan oleh yeast (Saccharomyces cereviceae) melalui tehnik rekombinan DNA menggunakan hepatitis B surface antigen (HBsAg). Penggunaan vaksin ini telah meluas di seluruh dunia dan terbukti efektif dalam menekan jumlah infeksi virus Hepatitis B (HVB). Jenis vaksin rekombinan yang paling umum digunakan adalah Recombivax HB   dan Energix-B, diberikan secara intramuscular pada bayi yang baru lahir, anak-anak, dan dewasa. Dosis pemberian vaksin sebanyak 3 kali. Pemberian vaksin telah dikembangkan dengan menyisipkannya ke dalam tanaman, misalnya pada pisang.
Teknologi DNA rekombinan atau sering juga disebut rekayasa genetika merupakan teknologi yang memanfaatkan proses replikasi, transkripsi dan translasi untuk memanipulasi, mengisolasi dan mengekspresikan suatu gen dalam organisme yang berbeda. Biasanya gen dari organisme yang lebih tinggi diekspresikan pada organisme yang lebih rendah. Teknologi ini juga memberikan kesempatan yang tidak terbatas untuk menciptakan kombinasi barudari gen yang tidak ada pada kondisi normal. Melalui rekayasa genetika, akan dihasilkan kombinasi baru dari materi genetik melalui penyisipan molekul asam nukleat kedalam suatu sistem DNA vektor (plasmid bakteri, virus dan lain-lain) dan kemudian memasukkan vektor ini kedalam suatu inang sehingga akan dihasilkan suatu produk gen dalam jumlah banyak.
Pembuatan Vaksin Hepatitis B
Vaksin HBsAg yang dimumikan dari plasma karier dan inaktifasiformalin/panas telah diproduksi di beberapa laboratorium. Namun dengan terbatasnya persediaan plasma, perlunya seleksi dan kontrol yang ketat untuk mendapatkan vaksin murni dan bebas sumber infeksi lain, maka pendekatan lain terus dicari. Problem ini akhirnya dapat teratasi dengan pendekatan rekombinan DNA. Salah satu sintesis HbsAg yang telah berhasil dari sel ragi ( yeast ) rekombinan. Partikel ini memperlihatkan sifat imunogenik pada binatang percobaan; pengujian pada manusia telah berhasil menginduksi anti HBs dan melindungi dar iinfeksi virus hepatitis B. Saat ini setidaknya ada 3 sumber partikel HBsAg yang digunakan untuk vaksinasi hepatitis B. Terutama HbsAg dimumikan dari plasma karier. Metode ini telah berhasil dan efikasinya tidak disangsikan. Dua sumber lain yaitu melalui pendekatan teknologi rekombinan DNA, dengan memasukan gen virus hepatitis B pengkode HBsAg ke dalam sel ragi dan sel mamalia. Selain itu, HBsAg juga dapat disekresi oleh E coli, namun jumlahnya relatif kecil, demikian juga sifat antigeniknya.
Tahapan pembuatan vaksin
Virus yang dilemahkan (imunisasi). Untuk menghasilkan vaksin dibutuhkan HBsAg yang berasal dari virus Hepatitis B, virus diperbanyak dalam medium tertentu sehingga nantinya dihasilkan virus yang tidak menyebabkan penyakit namun mampu merangsang sistem imun. Strain ini selanjutnya dikultur pada kondisi yang sesuai dan virusnya diinaktifkan melalui pemanasan dan proses kimia. Tahapan berikutnya virus yang telah dilemah diinjeksikan ke dalam tubuh
Vaksin DNA rekombinan
Vaksin hepatitis B yang diproduksi sel ragi rekombinan telah menjalani pengujian keamanan, imunogenisitas dan evaluasi klinis. Hasil menunjukkan bahwa vaksin ini aman, antigenik dan relatif bebas efek samping yang merugikan, bahkan vaksin ini telah dilisensikan dan diproduksi diberbagai negara. Salah satu keuntungan vaksin dari sel ragi dibanding dari plasma yaitu siklus produksinya dapat dikurangi, dan konsistensi dari batch ke batch lebih mudah diperoleh.
HBs Ag dilepaskan dari sel dengan homogeniser atau disruption menggunakan glass bead. Pemurnian melalui tahap klarifikasi, ultrafiltrasi, kromatografi dan ultrasentrifugasi serta diabsorbsi dengan alum hidroksida; sebagai pengawet ditambahkan thiomerosal. Karakterisisasi partikel dilakukan dengan membandingkan HBs Ag dari plasma antara lain meliputi berat molekul, komposisi asam amino, densitas dalam CsC12 dan sebagainya. Analisis imunologis menggunakan antibodi monoklonal memperlihatkan vaksin dari plasma dan ragi mengandung epitop yang berperan menginduksi antibodi setelah vaksinasi
Vaksin Hepatitis B rekombinan (Recombivax HB) Recombivax HB vaccine mengandung antigen Hepatitis B, amorphous aluminum hidroksiphosfat, yeastprotein yang diberi formaldehid, dan thimerosal sebagai pengawet. Vaksin Hepatitis B rekombinan ini berasal dari HepatitisB surface antigen (HBsAg) yang diproduksi dalam sel yeast. Bagian virus yang mengkode HBsAg dimasukkan kedalam yeast, dan selanjutnya dikultur. Antigen kemudian dipanen dan dipurifikasi dari kultur fermentasi yeast Saccharomyces cereviceae, antigen HBsAg mengandung gen adw subtype. Proses fermentasi meliputi pertumbuhan Saccharomyces cereviceae pada medium kompleks yang mengandung ekstrak Yeast, soy pepton, dextrose, asam amino, dan garam mineral. Protein dilepaskan dari sel yeast melalui pengrusakan sel kemudian dipurifikasi dengan metode fisika dan kimia. Selanjutnya potein dimasukkan ke larutan buffer posfat dan formaldehid, dipercepat dengan menggunakan alum (potassium aluminium sulfat). Vaksin rekombinan ini memperlihatkan kesamaan dengan vaksin yang diperoleh dari plasma darah.
Vaksin Hepatitis B rekombinan (Engerix-B). Engerix-B merupakan DNA rekombinan yang dikembangkan dan dibuat oleh perusahaan Glaxo Smith Kline. Biological. Mengandung antigen permukaan virus Hepatitis B (HBsAg) yang telah dipurifikasi dan dikultur dalam sel Saccharomyces cereviceae. HBsAg yang diekspresikan oleh Saccharomyces cereviceae dipurifikasi dengan cara fisika-kimia dan aluminium hidroksida Engerix-B® vaccine mengandung antigen hepatitis B yang telah dimurnikan, aluminum hidroksida, sejumlah yeast protein dan thimerosal yang digunakan dalam proses produksi, serta 2 phenoxyethanol sebagai pengawet.               
Gen yang mengkode senyawa penyebab penyakit (antigen) diisolasi dari mikrobia yang bersangkutan. Kemudian gen ini disisipkan pada plasmid bakteri yang sama, tetapi telah dilemahkan (tidak berbahaya). Bakteri atau mikroba ini menjadi tidak berbahaya karena telah dihilangkan bagian yang menimbulkan penyakit, misalnya lapisan lendirnya.
Bakteri yang telah disisipi gen ini akan membentuk antigen murni.
Bila antigen ini disuntikkan pada manusia, sistem kekebalan manusia akan membuat senyawa khas yang disebut antibodi. Munculnya antibodi ini akan mempertahankan tubuh dari pengaruh senyawa asing (antigen) yang masuk dalam tubuh.
Berikut adalah

 http://bebas.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/Image/3-7f.jpg
 gambar dari proses pembuatan vaksin.

 Smber: http://sarungbodol piss.blogspot.com/2010/11/bioteknologi-kedokteran.html





No comments: