Friday, March 13, 2020

Buku Lukamu di Tanah Serambi




Malam penghujung tahun itu masih kah kau mengingatnya?
Malam yang pernah kita lewati bersama walau hanya sekejap
Kau datang menemuiku meski ratu malam tak di sampingmu
Kau tunjukkan padaku lukisan sepi melalui senyum hangatmu

Tanah Rencong itu pun menjadi saksi pertemuan kita
Budaya Pasai yang enggan menunjukkan pendar riuh kembang api
Dan lengking terompet yang tak merintih
Menjelaskan kesaksian pilu Negeri Serambi yang masih tampak di pelupuk matamu

Bersama secangkir kopi gayo yang menghangatkan perbincangan kita
Kau bercerita tentang sabtu pekat yang pernah kau lihat
Sabtu pekat yang pernah menjadi gelombang seram pada suatu penghujung tahun
Menenggelamkan,meluluhlantahkan seluruh isi Negeri Serambi tempat kita bertemu
Kau bilang hanya potret yang pecah dan reruntuhan kota yang tersisa
Genangan air mata di atas lumpur yang tak berdaya

Tragedi sabtu pekat itu pun kini menjadi buku lukamu di penghujung tahun pernah yang kau saksikan
Buku luka yang kini ingin kau simpan rapi di Tanah Serambi.

Ditulis di: Reuleut, Aceh Utara
Pada: 31 Desember 2014

PAPAN BUNGA BERTAJUKKAN RINDU

.
Aku adalah cucu pertama yang ia miliki
Betapa bahagianya beliau melihatku terlahir ke dunia
Hingga bulan lahirnya menjadi nama panjangku

Saat kami bercengkrama
Ia pernah bercerita bahwa ia ingin melihatku memakai Toga.
Aku pun berusaha memenuhi impiannya.
Menjalani hilir mudik dan melewati hiruk pikuk

Hingga tiba saatnya aku menyandang gelar Sarjana
Dia begitu bahagia
Ia berkata bahwa ia ingin menyambut berita bahagia ini
Bersama sebuah acara pada April bulan favoritnya

Segala sesuatu telah ia persiapkan sejak lama.
Namun, takdir berkata.
Bahwa Tuhan memanggilnya
pada 17 hari sebelum acara itu berlangsung

Tangisku pun pecah
Hatiku patah
Aku kehilangan sosok yang begitu berharga

Hingga pada akhirnya yang kulihat
hanya sebuah papan bunga yang bertuliskan namanya
Tanpa ia disampingku
Tak pernah terpikir olehku bahwa papan bunga ini
adalah papan bunga yang bertajukkan rindu


Ditulis di: Tirta Kencana, 21 April 2018







Karena Dia Maha Tau Yang Terbaik.



Kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi di masa mendatang, dan kita tau siapa yang akan menemani hidup kita untuk selamanya, namun walaupun begitu, tetaplah berusaha menjadi yang lebih baik. Ketika kita patah hati dengan berbagai jatuh bangunnya, akhirnya kita ikhlas melepaskan seseorang tersebut, kita sudah merasa ikhlas, namun kita dipertemukan dengan orang lain yang jauh lebih baik dari kita. Kita masih merasa ikhlas, tapi seiring waktu berlalu ujian pun datang lagi. Dengan berbagai bentuk yang penuh dinamika. Semua rasanya lebih sulit dan semakin sulit. Maka jika benar hati kita ikhlas, seharusnya apapun yang terjadi kita masih tersenyum, walaupun harus meneteskan air mata terlebih dahulu. Karena di setiap pertemuan memiliki sebuah alasan. Dan balik itu semua karena Dia Maha Tau Yang Terbaik.


PEMILIK SUDUT MATA




Rinduku mulai bergemuruh
Ada cerita yang ingin kutulis
Ada rasa gundah yang tak biasa
Mungkin aku bukan kekasih
Dan juga bukan sahabat

Aku hanyalah sepotong hati
Yang terpesona oleh seorang pemilik sudut mata
Sorot matanya memancarkan kerinduan yang tertahan
Setiap waktu
Ia tersenyum
Senyum manisnya melukiskan keresahan yang terbenam
Duka dalam yang tersembunyi, menjadikan dirinya pemendam rasa yang ahli mengunci rapat sembilu luka
Keterasingan menjebaknya  menjadi seorang perasa yang gemar memupuk gelora tawa.

Pemilik sudut mata itu bagaikan pelangi
Meski mendung mengunci tabir
Awan memainkan perannya hingga biru tak lagi menyisa
Dia tetap elok dengan warna indahnya
memberikan pesona pada mata yang menatapnya

Dia, pemilik sudut mata yang hadir di saat tawaku patah
Dia adalah sebuah rasa yang menjelma menjadi sebuah asa
Dengan jejak yang kini kusebut doa.
Semoga aku bisa kembali bertemu dengannya.
Bersama, Bersatu menghapus keresahan, keterasingan dan kerinduan.

Ditulis di: Tirta Kencana, 16 Desember 2019