DAMPAK BBM NAIK
Setelah BBM naik, terasa betul dampaknya. Daya beli masyarakat kita
turun. Saya punya teman, namanya Mas Syamsul. Dia bisa dikatakan “bos”.
Sebab dia punya 6 anak buah. Dia jualan susu kacang kedelai dan susu
sapi. Ketika saya tanya dampak kenaikkan BBM. Dia hanya mengurut
dadanya,,,
Begitu juga, tukang ojek-ojek yang mangkal tak jauh dari rumah saya.
Mereka mengeluh menjalani hari-hari kedepannya. Hidup semakin susah
saja. Siapa yang tidak susah: pemasukan menurun, pengeluaran bertambah.
Saya pribadi, dan siapa saja, mungkin para pembaca tulisan ini,
mengalami nasib yang sama. Luar biasa bukan? hanya dengan 1 kebijakan
saja: Naikkan harga BBM. Cabut Subsidi. Sebagian besar rakyat Indonesia
menderita.
Bayangkan, di Indonesia ada sekitar 98 juta pengendara motor. Siapa bilang, subsidi salah sasaran !!!
Bisa jadi, 90 % dari 98 juta pengendara motor macan saya memakai
bensin kelas premium. Itu subsidi buat rakyat juga. Belum lagi jutaan
angkot. Jutaan mobil yang digunakan untuk usaha kecil, dll.
Itu artinya, bisa jadi, subsidi BBM dini’mati hampir 120 juta pemakai kendaraan.
Sungguh ironis. Pada saat yang sama, justru
pemerintah kita harus membayar subsidi bunga obligasi rekapitalisasi
perbankan eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia sebesar 70 triliun
rupiah per tahun.
Dana 70 triliun tsb yang dikeluarkan tiap tahun, akibat ulah
perampokan para pemilik bank-bank bermasalah. Dan bebannya ditanggung
pemerintah. Bayangkan !!!, itu sama saja pemerintah memberikan subsidi
kepada puluhan orang yang nilainya 70 triliun. Pemerintah seakan diam
seribu basa
Tapi, buat 120 juta rakyat yang butuh bensin buat memutar kehidupan,
pemerintah seumur kangkung ini tega-teganya mencabut beban subsidinya.
Sekali lagi, beginilah bila kita salah memilih pemimpin. Salah
memilih 1 menit di kotak suara, dampaknya jadi prahara kehidupan.
Ketukan Kaca Toko
Tanpa sengaja, saya dapatkan tulisan di FB Ernydar Irfan.
Dengan membaca ceritanya, hati ini menangis. Menjerit pahit. Betapa
menderita rakyat kecil di negeri ini oleh pemimpin yang baru memimpin
seumur kangkung,,,
Hari ini (19/11/2014) sesosok wanita tua mengetuk pintu kaca toko.
“Bu… beli kue saya… belum laku satupun… kalau saya sudah ada yang laku
saya enggak berani ketuk kaca toko ibu…”
Saya persilakan beliau masuk dan duduk. Segelas air dan beberapa butir kurma saya sajikan untuk beliau.
“Ibu bawa kue apa?”
“Gemblong, getuk, bintul, gembleng bu.”
Saya tersenyum… “Saya nanti beli kue ibu… tapi ibu duduk dulu, minum dulu, istirahat dulu, muka ibu sudah pucat.”
Dia mengangguk.
“Kepala saya sakit bu.. pusing, tapi harus cari uang. Anak saya
sakit, suami saya sakit, di rumah hari ini beras udah gak ada sama
sekali. Makanya saya paksain jualan,” katanya sambil memegang
keningnya.. air matanya mulai jatuh. saya cuma bisa memberinya sehelai
tisu…
“Sekarang makan makin susah bu…. kemarin aja beras gak kebeli…
apalagi sekarang… katanya bensin naik.. apa apa serba naik.. saya udah 3
bulan cuma bisa bikin bubur.. kalau masak nasi gak cukup. Hari ini
jualan gak laku, nawarin orang katanya gak jajan dulu. Apa apa pada
mahal katanya uang belanjanya pada enggak cukup.”
“Anak ibu sakit apa?” saya bertanya… “Gak tau ibu..batuknya
berdarah…” saya terpana… “Ibu.. ibu harus bawa anak ibu ke puskesmas kan
ada BPJS…”
Dia cuma tertunduk.. “Saya bawa anak saya pakai apa bu? gendong gak kuat.. jalannya jauh.. naik ojek gak punya uang…”
“Ini ibu kue bikin sendiri?”
“Enggak bu… ini saya ngambil,” jawabnya. Terus ibu penghasilannya
dari sini aja? dia mengangguk lemah… berapa ibu dapet setiap hari? gak
pasti bu… ini kue untungnya 100-300 perak, bisa dapet 4ribu -12 ribu
paling banyak. Kali ini air mata saya yang mulai mengalir…… ibu pulang
jam berapa jualan? jam 2.. saya gak bisa lama lama bu.. soalnya uangnya
buat beli beras.. suami sama anak saya belum makan. Saya gak mau minta
minta, saya gak mau nyusahin orang.
“Ibu, kue-kue ini tolong ibu bagi-bagi di jalan, ini beli beras buat 1
bulan, ini buat 10x bulak balik naik ojek bawa anak ibu berobat, ini
buat modal ibu jualan sendiri. Ibu sekarang pulang saja.. bawa kurma ini
buat pengganjal lapar…”
Ibu itu menangis… dia pindah dari kursi ke lantai, dia bersujud tak
sepatah katapun keluar lalu dia kembalikan uang saya. “Kalau ibu mau
beli.. beli lah kue saya. tapi selebihnya enggak bu… saya malu….”
Saya pegang erat tangannya… “Ibu… ini bukan buat ibu… tapi buat ibu
saya… saya melakukan bakti ini untuk ibu saya, agar dia merasa tidak sia
sia membesarkan dan mendidik saya… tolong di terima…”
Saya bawa keranjang jualannya… saat itu aku memegang lengannya dan
saya menyadari dia demam tinggi. “Ibu pulang ya…” dia cuma bercucuran
airmata lalu memeluk saya… “Bu.. saya gak mau kesini lagi… saya malu….
ibu gak doyan kue jualan saya… ibu cuma kasihan sama saya… saya malu….”
Saya cuma bisa tersenyum… “Ibu saya doyan kue jualan ibu, tapi saya
kenyang… sementara di luar pasti banyak yang lapar dan belum tentu punya
makanan. sekarang ibu pulang yaa…”
Saya bimbing beliau menyeberang jalan, lalu saya naikkan angkot… beliau terus berurai air mata…
Lalu saya masuk lagi ke toko, membuka buka FB saya dan membaca status
orang orang berduit yang menjijikan. ….the show must go on…
No comments:
Post a Comment